Rabu, 03 Februari 2010

Awali Kerja Dengan Sholat Dhuha


Tubuh manusia memiliki ratusan tulang yang masing-masing dihubungkan dengan persendian. Jumlah persendian dalam tubuh manusia adalah 360, sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah SAW dan dibenarkan oleh para dokter. Kita tidak bisa membayangkan, bagaimana jika tulang-tulang yang ada dalam tubuh kita tersebut tidak dihubungkan dengan persendian. Atau salah satu persendian tersebut tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Maka, tidak ada yang mengetahui betapa besarnya nikmat ini kecuali orang yang telah kehilangan nikmat tersebut.

Shadaqah tanpa harta
Setiap hari, persendian kita mempunyai kewajiban untuk bershadaqah sebagai realisasi syukur kita kepada Allah, Dzat yang telah menciptakannya. Caranyapun beragam sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah SAW, "Setiap persendian manusia diwajibkan untuk bershadaqah setiap harinya sejak matahari terbit. Memisahkan (menyelesaikan perkara) antara dua orang yang berselisih adalah shadaqah. Menolong seseorang naik ke atas kendaraannya atau mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah shadaqah. Berkata yang baik juga termasuk shadaqah. Begitu pula setiap langkah berjalan untuk menunaikan shalat adalah shadaqah. Serta menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah shadaqah." (HR. Bukhari dan Muslim)

Begitu berat dan lelahnya kita jika harus nelakukan berbagai amal tersebut setiap harinya. Sehingga para sahabatpun bertanya, "Siapa yang sanggup melakukan, wahai Rasulullah?" Maka beliau menjawab, "Jika ia tidak mampu, maka dua rakaat Dhuha sudah mencukupinya." (HR Ahmad Abu Dawud)

Rasulullah SAW memberikan kemudahan kepada umatnya, bahwa semua shadaqah yang dilakukan oleh anggota badan tersebut dapat diganti dengan dua rakaat shalat Dhuha, karena shalat merupakan amalan semua anggota badan. Jika seseorang mengerjakan shalat, maka setiap anggota badan menjalankan fungsinya masing-masing. Demikian penjelasan yang disebutkan oleh Ibnu Daqiqil 'Ied.

Jumlah raka'at Dhuha minimal adalah 2 raka'at sedangkan maksimalnya adalah 8 raka'at. Dengan menjalankan 2 raka'at Dhuha, kita telah melaksanakan salah satu wasiat Rasulullah SAW. Abu Hurairah berkata, "Kekasihku, Rasulullah SAW berwasiat kepadaku dengan tiga perkara: puasa selama tiga hari setiap bulannya, dua raka'at shalat Dhuha, dan mengerjakan shalat witir sebelum aku tidur." (Muttafaq 'Alaihi)

Keutamaan shalat dhuha
Meskipun bernilai sunnah, shalat ini mengandung banyak fadhilah (keutamaan), namun tidak banyak dari kita yang memperhatikannya. Diantaranya sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Darda' ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Allah ta'ala berfirman, "Wahai anak Adam, shalatlah untuk-Ku empat rakaat pada permulaan hari, maka Aku akan mencukupi kebutuhanmu pada sore harinya." (HR. Tarmidzi)

At Thayyibi menerangkan bahwa dengan mengerjakan empat rak'at di pagi hari, Allah akan mencukupi kebutuhan-kebutuhan kita dan menjauhkan kita dari semua yang tidak kita inginkan hingga sore hari. Fadhilah lainnya, orang yang mengerjakannya dimasukkan dalam golongan orang-orang yang kembali kepada Allah. Karena shalat Dhuha adalah shalat awwabin, shalatnya orang-orang yang kembali kepada Allah (bertaubat). Dalam hadits lain Rasulullah SAW menyebutkan bahwa pahala orang yang mengerjakan shalat Dhuha seperti orang yang mengerjakan umrah.

Menjadi kaya dengan shalat dhuha?
Ada diantara kaum muslimin yang begitu bersemangat mengerjakan shalat dhuha. Namun ironisnya ketika mereka melaksanakan shalat wajib, justru malas-malasan dan hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban saja. Shalat subuh dikerjakan jam enam pagi dan salat asar hanya kalau sempat saja. Penyebabnya, ada tujuan lain ketika mereka mengerjakannya yaitu ingin mendapatkan balasan di dunia, biar lancar rezekinya dan menjadi orang yang kaya raya. Sehingga doa-doa yang dipanjatkannyapun hanya dengan kelancaran rizki. Demikian fenomena yang sering kita dapatkan di masyarakat. Dunia, mungkin saja mereka peroleh. Boleh jadi akan semakin lancar rizkinya dan karirnya terus meningkat. Namun apa yang mereka peroleh di akhirat? Qatadah ketika menafsirkan surat Hud: 15-16, ia berkata, "Barang siapa yang dunia adalah tujuannya, dunia yang selalu dia cari-cari dengan amalan shalehnya, maka Allah akan memberikan kebaikan kepadanya di dunia. Namun ketika di akhirat, dia tidak akan memperoleh kebaiakn apa-apa sebagai alasan untuknya. Adapun seorang mukmin yang ikhlas dalam beribadah (yang hanya mengharapkan wajah Allah), selain akan mendapatkan balasan di dunia dia juga akan mendapatkan balasannya di akhirat."

Luangkan waktu
Waktu pelaksanaan shalat Dhuha adalah ketika matahari mulai naik sepenggalan, kira-kira seperempat jam setelah matahari terbit hingga waktu zawal (matahari tergelincir). Dan waktu yang paling afdhal adalah ketika matahari mulai panas.

Memang, tidak mudah untuk melaksanakan shalat Dhuha. Karena waktunya bertepatan dengan jam-jam dimulainya aktivitas keseharian, orang sibuk bekerja mencari rezki pada waktu tersebut. Namun, sesempit apapun waktu kita karena aktivitas sehari-hari, jika kita luangkan waktu sejenak untuk mengerjakan shalat Dhuha, Insya Allah tidak akan mengurangi jatah rizki yang telah ditentukan untuk kita. Kalau toh meluangkan waktu pada waktu tersebut tidak memungkinkan pula, karena peraturan perusahaan yang begitu ketat dan mengikat, shalat Dhuha bisa kita kerjakan sebelum masuk jam kerja. Nah, mari awali kerja kita dengan melaksanakan shalat Dhuha.

Disadur dari : Majalah Islam Ar- Risalah Hal. 54 Edisi 96 / Vol. VIII / No.12 Jumadal Akhir - Rajab 1430 H / Juni 2009

Senin, 01 Februari 2010

Jangan Pelihara Rasa Benci

Suatu hari, ketika Nabi saw sedang berkumpul dengan para sahabat di dekat ka'bah, seorang lelaki asing lewat di hadapan mereka. Setelah lelaki itu berlalu, Nabi berujar kepada para sahabat, ''Dialah ahli surga.'' Dan hal itu dikatakannya sampai tiga kali.

Atas pernyataan Nabi tersebut, timbul penasaran di kalangan para sahabat, terutama Abdullah bin Umar yang memang dikenal sangat kritis. ''Ya, Rasulullah,'' tanya Abdullah, ''Mengapa engkau katakan itu kepada kami, padahal selama ini kami tidak pernah mengenalnya sebagai sahabatmu? Sedang terhadap kami sendiri yang selalu mendampingimu engkau tidak pernah mengatakan hal itu?'' Lalu sebagai seorang uswah, Nabi memberikan jawaban diplomatis yang sangat bijak. ''Jika engkau ingin tahu tentang apa yang aku katakan, silakan engkau tanyakan sendiri kepadanya.'' Karena rasa penasarannya sangat tinggi, suatu hari Abdullah bin Umar menyengajakan diri untuk berkunjung ke rumah orang asing itu.

''Ya, akhie,'' kata Abdullah, ''kemarin sewaktu engkau lewat di hadapan kami, Rasulullah mengatakan bahwa engkau seorang ahli surga. Apa gerangan yang menjadi rahasianya sehingga Rasulullah begitu memuliakanmu?'' Lelaki itu tersenyum, kemudian menjawab, ''Sesungguhnya aku tidak pernah melakukan apa-apa. Aku bahkan tidak memiliki kekayaan apa-apa. Baik ilmu maupun harta yang bisa kusedekahkan. Yang kumiliki hanyalah kecintaan. Kecintaan kepada Allah, kepada Rasulullah dan kepada sesama manusia. Dan setiap malam menjelang tidur, aku selalu berusaha menguatkan rasa cinta itu, sekaligus berusaha menghilangkan perasaan benci yang ada kepada siapa saja. Bahkan terhadap orang-orang kafir sekalipun.''

Memelihara perasaan benci dan marah, berarti menyimpan egoisme. Adanya perasaan benci, berarti adanya sikap untuk menyalahkan orang yang dibenci itu. Dan menyalahkan orang lain berarti membenarkan sikap dan tindakan sendiri. Padahal sikap semacam itu sudah sejak awal diklaim syetan pada penciptaan Adam as. Kisah tersebut memberikan gambaran kepada kita, bahwa perasaan benci, bukan hanya mengakibatkan fitnah dan permusuhan, tetapi juga dapat menimbulkan penyakit batin yang sangat fatal, sekaligus menjauhkan diri dari surga yang menjadi dambaan setiap mukmin. Sehingga sikap yang paling bijaksana adalah, selalu berusaha untuk mengintrospeksi diri, sekaligus menjadi orang yang pemaaf. Sebab itulah yang selalu dilakukan Nabi sepanjang perjalanan hidupnya. Sedangkan hidup Nabi adalah contoh bagi setiap mukmin. ahi