Kamis, 21 Januari 2010

Bangun Malam

Dalam Wasiat-wasiat, Al-Syaikh Al-Akbar Ibnu Arabi menasihati kita. Bunyinya, ketika turun ke langit dunia pada sepertiga terakhir malam, Allah swt berkata, ''Sungguh berdusta orang yang mengatakan mencintai-Ku, sementara ia tidur dan lalai kepada-Ku. Bukankah setiap kekasih ingin berkhalwah dengan kekasihnya? Akulah yang mendatangi kekasih-Ku. Mereka membayangkan-Ku di kelopak mata mereka. Mereka berbicara kepada-Ku dalam musyahadah, dan bercakap-cakap dengan-Ku dengan khusuk. Di hari kemudian, Aku tatapkan mata mereka pada surga-surga-Ku.''

Nasihat Sufi Andalusia, yang dijuluki Muhyiddin, ini mengisyaratkan agar kita bangun malam, dan memanfaatkan sebagian malam itu untuk beribadah kepada Allah. Nabi Muhammad saw bersabda, ''Hendaklah kalian menunaikan bangun malam, karena bangun malam adalah kebiasaan orang-orang saleh sebelum kalian, yang bisa mendekatkan kalian kepada Tuhan, pelebur kesalahan, penghalang dari dosa, dan pengikis penyakit dari tubuh.'' (Imam Ahmad dan Tirmidzi). Dalam Islam, istilah bangun malam disebut qiyaam al-layl.

Rasulullah juga berkata, ''Allah menyayangi seorang lelaki yang bangun malam untuk salat, lalu membangunkan istrinya, dan istrinya pun ikut mendirikan salat. Bila istrinya enggan, ia memerciki air ke mukanya. Dan, Allah menyayangi seorang perempuan yang bangun malam untuk salat, lalu membangunkan suaminya, dan suaminya pun melaksanakan salat. Jika suaminya menolak, ia menciprati air ke wajahnya.'' (Imam Daud dan Ibnu Majah). Suami-istri itu, kata Nabi dalam hadis yang dirawikan oleh Abu Daud dan An-Nasa'i, ditulis sebagai lelaki dan perempuan yang berdzikir kepada Allah.

Lebih jelas, Allah menegaskan pentingnya bangun malam (QS 73: 1-9). HM Thaba'thaba'i, dalam tafsir Al-Miizaan, menjelaskan bahwa yang dimaksud ayat itu (qiyaam al-layl) adalah salat pada malam hari. Nabi berkata, ''Salat yang terbaik setelah salat fardu adalah (salat) bangun malam.'' (Muslim).

Menurut Muhammad Abdullah Al-Khatib, dalam Qiyaam al-Layl: Penyegar Jiwa, kita bisa memetik pelajaran dari ayat-ayat itu. Yaitu, agar kita selalu bangun malam (salat), seperti Allah perintahkan kepada Nabi-Nya. Sebagian malam yang kita gunakan beribadah kepada Allah akan mendatangkan pahala besar. Kita juga dituntut untuk membaca Alquran dengan tartil. Yaitu, membaca Alquran secara pelan dan merenungkan makna dan kandungannya secara mendalam.

Bangun malam, kata Al-Khatib, merupakan salah satu standar untuk mengukur cita-cita yang benar dan lurus, dan sebagai tanda dari jiwa yang besar. Biasanya, bangun malam sangat berat dilakukan ketimbang bangun pada saat lain. Bila kita sering bangun malam, maka kita akan terbiasa taat beribadah kepada Allah, dan kita mampu membiasakan diri menanamkan keimanan dalam hati dan di relung jiwa. Bangun malam untuk mengingat Allah dapat menciptakan pribadi muslim yang tepercaya dan mewujudkan masyarakat yang disirami hidayah. - ahi

Selasa, 19 Januari 2010

TAKDIR ALLAH


Suatu ketika orang bertanya kepada saya tentang takdir Allah. Ia mempertanyakan tentang nasibnya, yang selalu dirundung malang. Di antara pertanyaannya, apakah takdir Allah bagi seseorang dipengaruhi oleh cara orang tersebut berpikir, berperilaku, dan berusaha?

Ia juga mengatakan, ada orang yang saling menyayangi sampai bertahun-tahun, tapi mereka tidak sampai menikah, hubungan mereka terputus tanpa sebab yang kuat. Dan sebaliknya, ada orang yang bertemu dengan seseorang, dalam waktu singkat mereka menikah.

Lalu, lanjutnya, ada orang yang berusaha mencari rezeki dengan susah payah dan mengikuti ketentuan agama secara ketat, menjaga yang halal dan haram, tapi pendapatannya hanya cukup untuk hidup sederhana saja. Di lain pihak, ada orang yang berusaha tanpa modal, dan pekerjaannya tidak berat, namun hasilnya sangat menakjubkan, dalam waktu singkat ia memperoleh laba puluhan juta. Apakah ini Takdir Allah atau tidak?

Memang untuk menjawab beberapa pertanyaan tersebut tidaklah mudah. Yang penting dan harus kita yakini adalah, bahwa Allah menentukan sesuatu atas kehendak-Nya, tidak ada yang dapat mempengaruhi-Nya. Yang dapat dilakukan oleh manusia, hanya memohon dan berdoa kepada-Nya. Jika Dia mau mengabulkan permohonan hamba-Nya itu akan diberi-Nya apa yang dimohonkan hamba-Nya itu. Sesungguhnya Allah berjanji akan mengabulkan permohonan orang yang berdoa kepada-Nya.

Allah berfirman: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada engkau tentang Aku, maka jawablah bahwasanya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi segala perintah-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran (Q. S. 2 : 186) Jadi, takdir Allah tidak dipengaruhi oleh kemauan manusia. Namun demikian, Allah membuka kesempatan bagi manusia untuk berdoa dan memohon kepada-Nya. Hanya Allah menuntut agar manusia itu mematuhi segala perintah-Nya dan beriman kepada-Nya.

Dari tinjauan psikologi, sesungguhnya manusia membutuhkan iman kepada Allah, terutama bila manusia itu dihadapkan kepada kekecewaan yang amat sangat, apabila yang diharapkannya tidak tercapai, atau yang tidak diinginkannya terjadi.

Manusia hanya tahu apa yang telah terjadi dan dialaminya, akan tetapi ia tidak tahu apa yang akan terjadi di masa datang. Karena itu manusia perlu mendasarkan semua yang diinginkan dan diusahakannya menurut ketentuan Allah dan dalam batas-batas yang diridlai-Nya. Segala sesuatu yang terjadi, tidak ada yang di luar kehendak Allah. Orang yang teguh imannya kepada Allah, ia yakin bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan, faktor X dan sebagainya.

Oleh karena itu orang beriman tidak mengenal putus asa. Jika terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan atas dirinya, ia segera ingat kepada Allah. Boleh jadi ada hikmahnya, yang saat ini ia belum mengetahuinya, ia dapat menghindari rasa kecewa. Firman Allah: Mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak (Q. S. 4 : 19) Jadi iman kepada Takdir Allah, dapat menjadi obat bagi gangguan kejiwaan dan dapat pula mencegah terjadinya gangguan kejiwaan. ahi

Senin, 18 Januari 2010

Nikmatnya Menolak Maksiat


Dipandang dari salah satu segi, barangkali tak enak jadi orang Islam karena banyaknya larangan. Berbuat ini haram, melakukan itu dosa, melangkah begini tidak boleh. Bukankah manusia punya aneka keinginan? Bukankah main perempuan itu enak, berjudi kalau menang membawa keuntungan berlimpah? Menang judi setengah malam bisa lebih banyak dari bekerja satu bulan. Korupsi hanya dengan membubuhkan sepuluh tanda tangan mungkin bisa merengkuh uang tiga kali gaji.

Tapi, kenapa ada larangan? Manusia, menurut Allah, adalah makhluk ciptaan-Nya yang sangat mulia (QS. 95:4). Kemuliaan ditentukan oleh ketakwaan dan akhlak. Jika takwa tidak dimiliki dan akhlak tidak dipunyai, tak akan pernah kemuliaan hinggap menjadi harkat dan predikat seseorang. Minusnya takwa dan akhlak akan membuat seseorang turun derajatnya menjadi hina (QS. 95:5).

Kalau kita renungkan, Allah membuat larangan haram karena kalau larangan itu dilanggar, itu akan merugikan manusia dan kemanusiaan. Atau setidak-tidaknya, apa yang dilarang Allah itu lebih banyak merugikan dari menguntungkan. Seandainya zina dibolehkan, ini memang enak bagi yang melakukan zina itu. Tapi, anak yang lahir nantinya tak 'kan jelas siapa bapaknya. Otomatis tidak akan ada tanggung jawab seorang bapak. Dengan pernikahan, anak yang lahir akan lebih terjamin hidup dan masa depannya. Begitu pula judi, mengundi nasib yang mengakibatkan ada yang untung mendadak dan ada yang rugi seketika. Ada yang tertawa dan ada yang hatinya gundah karena kalah. Merugikan orang lain jelas melukai kemanusiaan. Di samping dalam perjudian itu manusia menjadi kurang menghargai kerja keras dan kucuran keringat. Padahal, hidup adalah untuk berbuat, beramal. Kemudian, saya persilakan Anda merenungkan semua larangan Allah yang lain. Insya Allah lambat laun akan terasa bahwa semua yang dilarang Allah itu merugikan manusia.

Keinginan untuk melanggar larangan Allah tidak lain merupakan keinginan hawa nafsu, yang kalau dituruti tentu dirasakan enaknya. Tapi Allah tidak menutup mutlak seorang Muslim untuk merasakan enak. Jika Allah melarang zina, menyalurkan nafsu seksual tetap dibolehkan, tapi melalui jalur pernikahan. Dengan nikah, kepuasan seksual terpenuhi tanpa harus meruntuhkan kemuliaan. Itulah karunia Allah kepada manusia. Kiranya, kalau kita lanjutkan pemikiran kita, kalau Allah melarang berbohong, itu karena Allah sangat menghargai lisan (mulut) manusia; kalau Allah melarang memfitnah, itu karena fitnah bisa merusak tatanan kehidupan dan bisa menyulut permusuhan; jika Allah melarang korupsi, itu karena korupsi bisa merugikan negara dan bangsa.

Maka, sungguh beruntung orang yang hatinya diusahakan untuk selalu berzikir (ingat kepada Allah), dengan ibadah yang khusyuk, dengan persaudaraan (ukhuwah) yang tumbuh dari iman, dan dengan akhlak yang indah karena ingin selalu bertauladan kepada hidup Muhammad Rasulullah. Dengan pendekatan itu, menghindari larangan Allah akan menumbuhkan keindahan akhlak yang sangat terpuji. Menghindari larangan Allah seyogyanya disertai rasa taqarrub (pendekatan hati kepada Allah) agar ketika maksud memenuhi hawa nafsu tidak kesampaian, itu tidak menimbulkan rasa kecewa. Justru dengan taqarrub, menolak ajakan hawa nafsu untuk melanggar larangan Allah akan melahirkan nikmat rohani dan rasa bahagia yang tak terperi. ahi